Dalam pengamatan mendalam terhadap blunder yang dilakukan oleh Gus Miftah, kita dapat menarik benang merah yang mengungkap dedikasi humor dalam tabligh akbar, acara dakwah berskala besar.
Warna Humor dalam Tabligh Akbar
-
Ekspektasi Kultural: Selain pencerahan, masyarakat sering mengharapkan hiburan dalam tabligh akbar, yang sering digelar larut malam. Untuk menghindari kantuk, sebagian pendakwah termotivasi untuk menyelipkan guyonan. Banyak joke kodian diwariskan dari generasi sebelumnya, terutama dalam lingkungan pesantren.
-
Budaya Pesantren: Di lingkungan pesantren, kemampuan untuk memasukkan guyonan ke dalam dakwah dianggap sebagai bagian dari pengembangan soft skills. Selain itu, budaya guyon yang tumbuh di pesantren juga memengaruhi kecenderungan ini.
Problematisasi Guyonan
Sementara humor memegang peran penting, terdapat dua jenis guyonan problematik yang sering dinormalisasi:
-
Bullying Berkedok Guyonan: Terjadi saat seseorang disakiti atau ditertawakan di depan umum, seperti kasus yang menimpa Pak Sonhaji. Bullying semacam ini terkadang terjadi dalam muhadharah, di mana santri baru ‘diuji’ mentalnya oleh santri lama.
-
Guyonan Seksis dan Cabul: Adopsi perspektif patriarki masih kuat, sehingga guyonan cabul terutama pada konteks perempuan terkadang dianggap lucu. Padahal, guyonan tersebut bisa melukai perasaan dan menghina martabat seorang individu.
Tantangan dan Panggilan untuk Transformasi
-
Edukasi dan Transformasi: Penting bagi pengurus pesantren, asatidz, dan instansi terkait untuk tidak hanya menghindari normalisasi guyonan problematik, tetapi juga mendorong perubahan melalui penegakan aturan dan transformasi nilai-nilai akhlak dalam bercanda.
-
Peran Pemerintah dan Lembaga Keagamaan: Kementerian Agama dan berbagai organisasi keislaman dapat bersinergi untuk mendorong evaluasi dan pembaharuan dalam pendidikan keislaman, menjauhkan praktik bullying dan seksisme dalam guyon.
Dengan mengambil hikmah dari kasus seperti blunder Gus Miftah, ada panggilan untuk menumbuhkan keberanian berbeda: menjadikan canda dalam dakwah lebih berempati, etis, dan moderat, sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi.